Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Dan dalam menuntut ilmu itu ada beberapa ada yang harus diperhatikan, berikut di antaranya.
BEBERAPA ADAB MENUNTUT ILMU
1. Mengikhlaskan niat karena Allah ta’âlâ.
2. Berdoa kepada Allah ta’âlâ supaya mendapatkan taufiq dalam menuntut ilmu.
3. Bersemangat (antusias) untuk melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu.
4. Berusaha semaksimal mungkin untuk menghadiri kajian-kajian ilmu.
5. Apabila ada seseorang yang datang belakangan di tempat kajian hendaknya tidak mengucapkan salam apabila dapat memotong pelajaran yang berjalan, kecuali kalau tidak mengganggu maka mengucapkan salam itu sunnah. (Pendapat Syaikh al-Utsaimin dalam Fatawa Islamiyyah:, jilid 1, hlm. 170)
6. Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab hilangnya barakah ilmu. Allah ta’âlâ mencela orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya dalam firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. ash-Shaf: 2-3)
Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Tidaklah aku menulis satu hadits pun dari Nabi n, kecuali telah aku amalkan, sampai ada hadits bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbekam kemudian memberikan Abu Thaybah satu dinar,[1] maka aku pun memberi tukang bekam satu dinar tatkala aku dibekam.” (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 14)
1. Merasa sedih tatkala ada masyayikh yang sezaman tapi tidak sempat bertemu, serta mencontoh adab dan akhlak mereka.
al-Khalal meriwayatkan akhlak Imam Ahmad rahimahullahu dari Ibrahim, ia berkata: “Apabila mereka mendatangi seseorang yang akan mereka ambil ilmunya, mereka memperhatikan shalat, kehormatan dan gerak-gerik serta tingkah lakunya, kemudian barulah mereka mengambil ilmu darinya.
Dan dari al-A’masy rahimahullahu berkata, “Orang dahulu belajar kepada ahli fikih tentang semua hal termasuk pakaian dan sandalnya. (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 145)
1. Sopan santun dalam menuntut ilmu.
2. Kontinyu (konsisten) untuk hadir dan tidak malas.
10. Tidak berputus asa dan mencela diri (merendahkan diri). Hendaknya ingat firman Allah ta’âlâ:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. an-Nahl: 78)
Terlebih apabila kesulitan dalam mempelajari sesuatu.
11. Membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan thalabul ilmi dan mempelajari metode yang benar dalam menuntut ilmu, serta berusaha mengetahui kekurangan dan kesalahan yang ada pada dirinya.
12. Antusias untuk hadir lebih awal dan mempergunakan waktu dengan baik.
13. Berusaha melengkapi pelajaran yang terlewatkan.
14. Mencatat faedah pada halaman depan atau buku catatan.
15. Berusaha keras untuk mengulang-ulang faedah yang telah didapatkan.
~ -------------------------------------------------------------------------------------
BEBERAPA ADAB KEPADA GURU
Adab Internal Seorang Murid
1. Seorang murid hendaknya tunduk kepada keinginan Mursidnya (shaikh) dan ta’at kepadanya dalam semua perintah dan nasihatnya, karena Guru Mursid memiliki lebih banyak pengalaman dan lebih banyak pengetahuan dalam haqiqat, dalam tariqat dan dalam shari'ah. Sebagaimana seorang yang sakit menyerahkan dirinya kepada dokternya untuk disembuhkan, begitu pula sang murid, sakit dalam adab dan kelakuannya, berserah diri kepada pengalaman shaikhnya agar supaya disembuhkan.
2. Seorang murid hendaknya tidak menentang cara sang Guru mengarahkan (memberi instruksi) dan mengendalikan sang murid. Setiap shaikh memiliki caranya tersendiri, yang diizinkan untuk digunakan oleh Guru nya (Gurunya Guru atau Kakek Guru). Imam Ibn Hajar al-Haythami mengatakan, "Barangsiapa membuka pintu kritik terhadap guru dan kelakuan (perlakuan) guru terhadap para murid akan dihukum dan akan diisolasi (dikucilkan) dari mendapatkan pengetahuan spiritual. Barangsiapa berkata kepada Gurunya, 'Mengapa?' tidak akan berhasil." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55]
3. Seorang murid hendaknya mengetahui bahwa Guru boleh jadi melakukan beberapa kesalahan, namun hal ini tidak menghalanginya dari mengangkat murid itu kepada Hadhirat Ilahi (Divine Presence). Jadi sang murid harus mema’afkan Guru, karena Guru bukanlah Nabi (s.a.w.) . Hanya Nabi (s.a.w.) bebas dari kesalahan. Meskipun jarang, seperti halnya dokter mungkin melakukan kesalahan dalam menangani seorang penderita (patient), begitu juga Guru membuat kesalahan dalam menangani penyakit spiritual murid, dan itu harus dima’afkan.
4. Seorang murid hendaknya menghormati dan memuliakan Guru baik dalam hadir maupun absennya, jika hanya karena Guru dapat melihat dengan mata hati (qalbu)nya. Dikatakan bahwa bila seseorang tidak gembira dengan perintah-perintah Gurunya, dan tidak mempertahankan kelakuan dan adabnya yang baik, (dia) tidak akan mempertahankan kelakuan baiknya terhadap al Qur’an dan dengan Sunnah Nabi (s.a.w.). Shaikh Abdul Qadir Jilani berkata, "Barangsiapa meng-kritik seorang wali, Allah akan menyebabkan (menjadikan) qalbunya layu."
5. Sang murid hendaknya jujur dan setia dengan kebersamaannya dengan Gurunya.
6. Dia hendaknya mencintai Gurunya dengan cinta luar biasa. Dia hendaknya tahu bahwa Gurunya akan membawanya sampai kepada Hadhirat Allah, Yang Agung (Almighty) dan Tinggi (Exalted), dan kepada hadhirat Nabi (s.a.w.).
7. Dia hendaknya tidak melihat kepada selain Gurunya, meskipun dia tetap harus mempertahankan hormat kepada semua shaikh lainnya.
Adab External Seorang Murid
1. Dia hendaknya setuju dengan opini (pendapat) Gurunya secara keseluruhan, sebagaimana seorang penderita (patient) setuju dengan dokternya (physician).
2. Dia hendaknya berkelakuan baik dalam jama’ah Gurunya, dengan mencegah menguap, terbahak-bahak, meninggikan suaranya, berbicara tanpa perkenannya, melonjorkan kakinya, dan selalu duduk dalam sikap sopan
3. Dia hendaknya melayani Gurunya dan membuat dirinya se-berguna mungkin.
4. Dia hendaknya tidak menyebutkan dari khutbah Gurunya apa-apa yang tidak dimengerti oleh pendengar (jema’ah)nya. Ini mungkin membahayakan Gurunya dengan cara yang tidak disadari murid itu. Sayyidina cAli berkata, dalam sebuah hadith yang diberitakan dalam Bukhari, "Berkatalah kepada orang pada tingkatan yang mereka mengerti, karena engkau tidak ingin mereka menolak Allah dan Rasul (s.a.w.) Nya."
5. Dia hendaknya hadir dalam jama’ah Gurunya. Meskipun tinggal ditempat yang jauh, dia harus berusaha untuk datang sesering mungkin.
Ibn Hajar al-Haythami berkata, "Banyak orang, apabila mereka melihat petunjuk (Guru)nya keras di dalam hal fardhu dan Sunnah Nabi (s.a.w.), menuduh (Guru)nya terlalu ketat. Mereka mengatakan bahwa dia (Guru) shalat terlalu banyak atau mempertahankan Sunnah terlalu (ber)kukuh. Orang-orang ini tidak menyadari bahwa mereka sedang jatuh kepada kehancuran diri mereka sendiri. Berhati-hatilah dalam percaya kepada gerutuan ego-mu tentang keketatan Guru kepada penegakan shari'ah." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55.]
Abu Hafsa an-Nisaburi dikutip (quoted) dalam buku Shaikh as-Sulami's Tabaqat as-sufiyya, halaman 119, mengatakan: "Sufism terdiri dari adab [kelakuan baik]. Untuk setiap keadaan dan tingkat terdapat adab yang sesuai (dengan tingkat dan keadaan itu). Untuk setiap waktu terdapat kelakuan yang sesuai. Barangsiapa mempertahankan adab akan mencapat Maqam Insan Kamil (the Station of Manhood), dan barangsiapa meninggalkan adab akan dijauhkan dari keterterimaan ke dalam Hadhirat Allah (Allah's Divine Presence)."
Kelakuan Murid dengan sesama Saudara (Murid)
1. Dia hendaknya mempertahankan hormat untuk mereka baik dalam hadir maupun absennya, tidak mengihianati (ngrasani) nya.
2. Dia hendaknya memberikan nasihat kepada mereka apabila mereka membutuhkannya dengan maksud untuk memperkuat mereka. Nasihatnya kepada mereka hendaknya (diberikan) secara pribadi dan hendaknya penuh dengan kerendahan dan bebas dari kesombongan. Dia yang diberi nasihat hendaknya menerimanya, hendaknya berterima-kasih, dan hendaknya melaksanakan nasihat itu.
3. Dia hendaknya hanya berbaik sangka kepada saudaranya dan tidak mencari-cari kelakuan buruk mereka.
4. Dia hendaknya menerima permintaan ma’af mereka, bila mereka memintanya.
5. Dia hendaknya selalu dalam kedamaian dengan mereka.
6. Dia hendaknya membantu mereka bila sedang diserang.
7. Dia hendaknya tidak meminta menjadi pemimpin mereka, hanya menjadi sesama saudara dengan mereka.
8. Dia hendaknya memperlihatkan kerendahan hati kepada mereka sejauh mungkin. Nabi (s.a.w.) berkata, "Pemimpin suatu kaum adalah mereka yang melayani kaumnya itu."
Kelakuan baik dari murid sesungguhnya tiada batasnya. Dia hendaknya selalu berusaha keras (jihad) dan membuat kemajuan dengan Gurunya, dengan sesama saudaranya, dengan masyarakatnya, dan dengan Bangsanya, karena Allah selalu memperhatikan dia, Nabi (s.a.w.) selalu memperhatikan dia, Guru selalu memperhatikan dia, dan para Guru-Guru yang telah mendahului mereka selalu memperhatikan mereka. Dengan kemajuan yang tetap, hari demi hari, dia akan mencapai Keadaan Kesempurnaan (the State of Perfection) dengan petunjuk dan bantuan Gurunya.
sumber : Google